Toleransi

 Ibuku berasal dari keluarga Muslim yang sangat taat. Sedangkan, Ayahku berasal dari keluarga Katolik baik-baik. Saat Ayah bertemu dengan Ibu, mereka melaksanakan pernikahan secara Muslim yang mengakibatkan Ayahku mengalami ekskomunikasi dari Gereja. Namun walaupun begitu, mereka memutuskan untuk mendidik anak-anak mereka secara Katolik. Aku dibaptis sejak masih bayi.

Delapan tahun kemudian, Ayah dan Ibu memutuskan untuk memperbarui janji nikah mereka dan 'menikah kembali' secara Katolik. Lalu dua tahun setelah pembaruan janji nikah tersebut, hati Ibu tergerak untuk mengikuti pelajaran agama Katolik dan kemudian dibaptis. Walau Ibuku baru memeluk agama Katolik selama 8 tahun, tapi Beliau merupakan seorang Katolik yang benar-benar taat. Bahkan, Ibu lebih rajin untuk berdoa, membaca Alkitab, mengikuti kegiatan lingkungan, dan paling semangat mengajak kami ke Gereja.

Keluarga pihak Ibu tidak mempertanyakan keputusan Ibu untuk mengikuti panggilan imannya yang baru. Mereka juga tidak mempermasalahkan hal itu. Bahkan, tiap Natal dan tahun baru mereka suka berkunjung ke rumah kami untuk sekadar berkumpul. Mereka juga tidak sungkan sama sekali untuk mengucapkan 'selamat Natal' ke kami. Saat Idul Fitri dan hari besar agama umat Muslim-pun begitu. Keluargaku sering mengunjungi keluarga besar Ibu. Aku bahkan tidak dibedakan saat mereka membagi-bagikan uang saku (hal yang paling kunanti-nanti) seakan aku turut merayakan hari raya tersebut. 

Aku belajar toleransi dari keluargaku. Keluarga Ibu yang Muslim dan keluarga Ayah yang Katolik memberiku berbagai sudut pandang. Dengan kepercayaan mereka, mereka mengajariku kalau pada dasarnya semua ajaran agama itu baik. Hanya saja, mungkin ada yang lebih baik bagi masing-masing orang--dan bagiku yang lebih baik adalah Katolik. Tapi hal itu tidak boleh mengurangi rasa hormatku pada ajaran agama-agama lain.

Aku punya iman yang kupertahankan dan ajaran agama yang kupercayai dengan taat. Tapi hal itu tidak membuatku harus menebar kebencian dan mengatakan hal-hal buruk tentang orang-orang yang mempercayai hal yang berbeda dariku. Aku juga tidak perlu menyukai atau menyetujui apa yang mereka percaya, karena lagi-lagi aku memiliki iman dan kepercayaanku sendiri. Tetapi setidaknya, aku tidak perlu mengusik ketenangan mereka tentang kepercayaan mereka.


CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top